Homestay Time…!


Hari Selasa tanggal 7 Desember 2010, saya bersama 10 teman lainnya dari berbagai negara menuju Tokyo dengan shinkansen (lagi). Hari itu kami semua harus berangkat ke rumah host family kami. Kebetulan saya mendapat host family di Tokyo. Beberapa teman saya dari Indonesia ada yang mendapat placement di Hokkaido (dingin bu…), Nagasaki, Nagoya, Gifu, dan beberapa kota lainnya di seluruh Jepang. Saya adalah satu-satunya orang Indonesia yang mendapatkan chapter Tokyo-tama.
Perjalanan dari Hiroshima menuju Tokyo menggunakan shinkansen memakan waktu 7,5 jam. Satu hal yang ingin saya sampaikan, teman…bahwa sistem kereta api di jepang sangat luar biasa. Mungkin beberapa orang menganggap saya berlebihan. Tapi saya benar-benar salut dengan kedisiplinan orang Jepang. Tidak tanggung-tanggung mereka membuat jadwal keberangkatan pada pukul 13.59, 09.01, 04.39,…dst. Dan memang kereta yang telah terjadwal benar-benar berangkat pada waktu yang telah di tentukan. Tidak lebih tidak kurang! Tidak peduli apakah ada orang yang berlari mengejar atau tidak. Ck…ck..ck…salut. Begitu pula dengan waktu perkiraan sampai di tujuan. Mereka akan menyebutkan waktu yang nanggung seperti 14.02, 05.41, dsb. Dan mereka memang tidak bohong…saya benar-benar sampai pada waktu yang telah di umumkan. Aduh, seandainya negara tercinta bisa seperti mereka. Bukan cuma bisa ngimpor dan meniru sistem keretanya aja…
Oke teman, lanjut dari topik sebelumnya. Saya mendapat teman-teman baru lagi dari teman satu chapter Tokyo-tama. Ada Nelson, Emily, dan Amber dari Australia, Pink dari Thailand, Kim dari Singapore, Viraj dari India, Isa dari New Zealand, Visa dari Malaysia, Howard dan Ms.Jeann dari Filipina. Selama seminggu ke depan saya akan menghabiskan sebagian waktu saya bersama mereka.
Akhirnya setelah perjalanan yang lama, saya sampai di Tokyo dan pergi menuju ke rumah host family menggunakan kereta dalam kota (Saking besarnya Tokyo saya harus pergi kemana-mana dengan kereta). Ternyata host family saya tinggal di apartemen sederhana di lantai 8. Host Mom atau okaasan (ibu dalam bahasa Jepang) saya beruntungnya bisa berbahasa inggris, Otoosan (bapak dalam bahasa Jepang) saya kurang lancar berbahasa inggris. Tapi yang paling menyenangkan, saya punya 2 adik laki-laki kecil yang usianya 7 dan 9 tahun. Namanya Daisei dan Daiki. Mereka benar-benar lucu dan unyuuu... :D
Bersama dengan keluarga angkat
Menghangatkan diri di meja kotatsu

Hari kedua saya di Tokyo, saya bersama teman-teman satu chapter, mengunjungi SD Inaguna yang katanya merupakan SD dengan sistem bahasa inggrisnya yang paling baik di Tokyo. Di sana saya harus mempresentasikan Indonesia kepada anak-anak kecil dengan bahasa inggris. Namun ketika sampai di ruang anak kelas 3 dan 4 SD, seusai presentasi yang mereka tanyakan adalah ”Hobi kamu apa?” ”Makanan favoritmu kamu apa?” ”Tinggi kamu berapa?” ”Kamu bisa bahasa Jepang nggak?”. Lha terus buat apa saya pesentasi panjang lebar kalau pertanyaannya hanya seperti itu? Haha, dasar anak kecil...
Hari selanjutnya, waktunya untuk refreshing. Saya dan teman satu chapter mengunjungi Edo-Tokyo museum dan Asakusa Tokyo sight-seeing. Sekali lagi, saya pikir akan sangat membosankan di museum, tapi ternyata saya harus terperangah melihat museumnya yang begitu besar dan fasilitasnya yang komplit. Edo-Tokyo museum adalah museum sejarah terbentuknya Tokyo (Edo) pada zaman dahulu hingga menjadi kota Tokyo yang modern seperti sekarang ini. Di dalamnya ada miniatur bentuk dari kota Edo yang bisa kita jelajahi. Peralatan-peralatan perang, alat musik, rumah tradisonal, hingga pertunjukan drama mini terpajang semua. Selanjutnya kami menuju tempat dimana Tokyo sudah berubah menjadi kota modern dengan bangunan-bangunan tingginya, mobil-mobil, dan rumah tradisional yang mulai berubah sedikit demi sedikit mengikuti perkembangan jaman.
Puas dengan museum, kami melanjutkan perjalanan menuju Sumida river untuk melihat-lihat kota Tokyo menggunakan perahu. Namun sebelumnya, kita mengunjungi kuil di dekatnya dan shopping...
Hari keempat, bersama teman satu chapter lagi, saya menuju Waseda Jitsugyo high school. Itu adalah sekolah yang sangat amat besar sekali dengan tim baseball nya yang terkenal di seluruh Jepang. Ih waw... Waseda adalah sekolah swasta terkenal di Jepang dengan universitasnya yang terkenal dipenuhi dengan anak-anak cerdas. How lucky i’am... Di sana, kami bersepuluh di bagi menjadi empat kelompok. Saya, Isa, dan Nelson bersama dua anak OSIS dari Waseda high school berkeliling sekolah dan melihat cara pengajaran para siswa disana, juga menonton ekskul mereka yang sudah pasti dijamin dengan fasilitas-fasilitas yang komplit. Saya masuk ke kelas 2 SMA dan ikut pelajaran matematika dan bahasa inggrisnya, kemudian saya melihat ekskul sepak bola dan basket mereka (tentunya di lapangan sepak bola dan basket yang tersedia disana :0 ) dan makan siang di kafetarianya yang bersih. Saya juga mengunjungi perpustakaannya yang komplit dan benar-benar tenang. Sekali lagi, saya salut....
Setelah makan siang, saya dan teman se-chapter bergabung lagi dan menuju ruang kaligrafi untuk mencoba melukis kanji dengan kuas dan tinta. Hasilnya...no too bad lah..hehe.
Seusai mencoba seni kaligrafi, waktunya saya menjajal tea ceremony di ruangan yang ’Jepang banget...’ dengan lantai tatami dan pintu gesernya yang dari kertas. Dalam tea ceremony, ada beberapa tahapan sebelum dan sesudah meminum teh yang tidak bisa saya tuliskan karena saya tidak hapal ;). Yang pasti kita harus memutar cangkir tiga kali sebelum minum, dan membungkukkan badan ketika penyaji teh menyuguhkan teh kepada kita. Selain itu, kita juga di beri kue ringan yang sangat manis sebelum dan sesudah minum teh untuk menyeimbangkan lidah kita setelah minum teh hijau yang....sangat pahit. Dalam membuat tehnya pun tidak sembarangan, harus dengan racikan khusus dan cara-cara khusus lainnya. Pada intinya, semua itu sangat mengesankan. Saya belajar benyak tentang budaya Jepang yang unik. Begitu pula orang Jepang, mereka banyak mendapatkan informasi tentang budaya Indonesia dari saya. Itu artinya goal saya tercapai. Saya ingin mempresentasikan Indonesia kepada mereka agar negara tercinta bisa lebih dikenal orang Jepang. Ada lho, di antara mereka yang nggak tahu dimana letak Indonesia. Ada juga yang kaget setengah mati waktu saya beritahu bahwa hampir seluruh siswa SMP dan SMA di Indonesia sudah memiliki handphone sendiri. Saya sampai bertanya-tanya, sebenarnya Indonesia yang nggak terlalu famous atau dia (orang Jepang) yang terlalu kuper sampai nggak tahu perkembangan jaman. Oke, lupakan tentang satu hal itu. Selanjutnya pada hari kelima, adalah hari Sabtu. Pada waktu weekend, kami diberi waktu luang untuk menghabiskan waktu bersama keluarga angkat. Akhirnya, hari Sabtu saya gunakan untuk berbelanja di beberapa toko dan mall di Tokyo. Walaupun sebenarnya saya sedikit terkena tekanan batin kalau berbelanja di Jepang. Memang nilai tukar mata uang rupiah ke yen tidak terlalu tinggi. Satu rupiah dihargai sekitar 108 yen. Tapi alamak, barang-barang di Jepang muahal-muahal. Hal TERMURAH yang saya beli disana adalah roti sebesar roti boy dengan harga 80 yen atau sekitar 8.500 rupiah. Untuk gantungan kunci, rata-rata harganya sekitar 100-600 yen alias 10-60 ribuan lah. Itu pun susah banget cari yang harganya 100 yen. Kalaupun ada pasti nggak begitu bagus. Kalau mau yang barangnya bagus, paling nggak harganya 350 yen. Tapi ini opini lho ya...saya nggak tahu kalau pendapat orang lain bagaimana.
   

Tea ceremony












Next, hari Minggu saya diajak pergi ke rumah obaasan (nenek dalam bahasa Jepang) yang letaknya di kaki gunung Fuji (Asyiikk...). Tapi sebelum ke rumah nenek, saya diajak berkeliling ke tempat-tempat wisata yang ada disana terlebih dahulu. Seperti danau Kawaguchi, kolam tempat bermuaranya mata air gunung Fuji, kuil tempat ritual pendaki sebelum memulai pendakian, tempat-tempat souvenir, dsb. Barulah setelah itu saya menuju rumah obaasan yang masih sangat tradisional. Lantainya dari tatami, pintunya dari kertas, dan kamar mandinya pun masih toilet tradisional Jepang. Yang paling menyenangkan dari kunjungan ke rumah obaasan, saya bisa menghangatkan diri di kotatsu. Kotatsu adalah meja yang rendah dengan pemanas di bawahnya. Jika merasa kedinginan, kita bisa meletakkan kaki kita di bawah meja dan akan merasa hangat seketika. Dan meja itu bikin saya ngantuk, saking nyamannya.
Malamnya saya pulang menuju apartemen host family dan kami berpesta takoyaki ! Karena malam itu merupakan malam terakhir saya di rumah keluarga angkat (hiks ) maka okaasan dan otoosan sengaja membuat takoyaki yang merupakan makanan khas Jepang. Kami membuatnya bersama-sama di meja makan dan melahapnya selagi masih panas. Dan rasanya...uenak !. Untuk pertama kalinya saya makan gurita. Jadi takoyaki adalah adonan tepung yang dimasak di atas cetakan berbentuk bundar kecil-kecil dan diberi daging gurita yang sudah dipotong kecil-kecil juga. Sehingga hasilnya adalah adonan tepung berbentuk bundar dengan daging gurita di dalamnya yang diolesi mayonaise dan kecap Jepang. Hmm...yummy!
Esok paginya, saya berpisah dengan adik-adik saya dan menuju stasiun bersama otoosan dan okaasan saya. Saya harus pergi menuju stasiun shinjuku untuk bertemu dengan teman-teman satu chapter dan pergi ke disneyland! Okaasan saya mengantar saya sampai di stasiun shinjuku dan setelah itu saya bergabung dengan teman satu chapter dan meluncur ke chiba dengan bus.
Saya punya waktu dari jam sepuluh hingga jam empat untuk bersenang-senang di disneyland. Saya benar-benar excited. Salah satu impian saya sejak kecil adalah pergi ke tokyo disneyland...dan tiba-tiba saja itu sudah terwujud. Walaupun pukul dua belas hingga malam Tokyo diguyur hujan, dan suhu menjadi sangat dingin (sekitar 3-5 derajat) tapi saya tetap nekat naik jetkoster meskipun akhirnya saya menjadi basah dan beku . Uh, Japan, i’ll never forget you ever after...!

Bersama teman satu chapter di Tokyo Disneyland

Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer