Menjaga Lisan demi Anak

Aku bisa dibilang terlambat belajar tentang parenting karena dua kehamilan yang sama-sama diluar rencana dan selisih waktunya mipit sekali. Karena aku tipe orang yang terencana dan cenderung learning by doing, alhasil kehamilan yang datang tiba-tiba ini cukup membuatku kaget, bingung, dan nggak tahu harus mulai darimana. Luckily, aku punya suami yang karakternya sangat berkebalikan denganku. Kalau aku doyan membuat rencana, maka dia sangat spontan dan nggak suka dengan perencanaan sehingga karakternya ini banyak membantuku keluar dari kebingungan masalah kehamilan, proses melahirkan, kepengasuhan, dan mendidik anak. Walaupun perbedaan ini bisa jadi pisau bermata dua ya. Tapi pandai-pandai kita menempatkan diri kalau lagi ada perbedaan pendapat. Anyway, sebenarnya aku lagi mau sharing tentang salah satu gaya parenting kami. Meskipun kami menyadari bahwa kami masih banyak kekurangan dan masih terus upgrade ilmu dan skill, but hopefully hal yang juga baru di dalam hidupku ini bisa turut menginspirasi para pembaca.

Bagi kami, yang pertama dan yang paling utama dalam mengasuh anak-anak adalah, menjaga lisan kami. Terutama aku sebagai ibu yang doa dan ucapannya sangat manjur untuk anak-anak. Bukan hanya tentang kami tidak akan bicara “dasar anak nakal” , “cengeng banget sih kamu nak” atau kata-kata negatif lainnya. Tapi juga tentang berhati-hati dari mengucapkan kalimat ;

“anakku susah makan”

“anakku kurus banget”

“anakku sakit-sakitan”

“anakku nggak doyan makan A,B,C”

“anakku hidungnya pesek”

“jangan begini, nanti begitu”

dst.

Terus gimana kalau memang kenyataanya seperti itu? Gimana kalau kenyataannya memang si anak susah makan, BB turun, gampang sakit, pilih-pilih makanan, dan hidungnya memang pesek???

Nah disinilah seninya. Kami akan berusaha mengganti dengan kalimat ;

“anakku lagi susah makan”

“anakku lagi kurusan”

“anakku sehat, tapi sekarang lagi sakit”

“anakku masih suka milih makanan”

“anakku hidungnya mungil, tapi nanti tumbuh yaaa nak”

“jangan begini” lalu stop. Nggak perlu dilanjutkan kalimat nanti begini atau begitu, karena kuatir benar-benar terjadi. Nggak jarang kan kita mengalami situasi dimana emak kita sudah mewanti-wanti sesuatu, ternyata benar terjadi hahaha. Jadi dalam mewanti-wanti anak pun kita juga belajar berhati-hati memilah kalimat agar tidak jadi celakanya anak.

Dengan kehati-hatian ini pula, apa yang kami ucapkan tentang kondisi anak nggak akan jadi hal yang kontinyu dan melekat di anak gara-gara omongan kita yang nggak sengaja jadi doa. Karena cukup tetangga dan orang lain aja yang ngatain anak kita

“anaknya kurus yaaa”

“anaknya pesek mirip bapaknya yaaa”

“ini anak gedenya pilih-pilih makanan pastiiii”

Sudah cukup. Cukup mereka saja. Kita jangan. Stop it. Wkwk

Dan aku akui bahwa mempraktikkan ini suliiiit sekali. Butuh waktu untuk membiasakan nggak bicara negatif tentang anak. Tapi seiring berjalannya waktu Alhamdulillah sekarang mulai terbiasa. So, aku mau encourage orang tua di luar sana. Yuk bicara yang baik-baik tentang anak kita. Apalagi saat komunikasi dengan anak. Menjadi orang tua, apalagi ibu, juga menantang kita untuk berfikir dan berbicara lebih baik. Semoga dengan anak-anak yang selalu mendapat omongan dan doa baik dari orang tua, tumbuh anak-anak yang baik, yang selamat, dan yang berkualitas pula. Yap sekian sharingku kali ini semoga bermanfaat yaaa parents dan calon parents. See youuu.

Komentar

Postingan Populer