Di Balik Seleksi LPDP

Halooo

Di postingan ini aku mau cerita sedikit tentang perjalanan dan perjuangan daftar beasiswa LPDP sampai akhirnya bisa lolos. Aku akan fokus cerita di part bagaimana aku, yang sudah jadi seorang ibu pada saat itu, menjalani rangkaian tes LPDP yaaa. Karena kalau segudang tips trik lolos LPDP sepertinya udah banyak bangettt yang bahas.

Alright, dimulai pada tahun 2017, ketika pinangan datang dari seorang calon suami bernama Hamid Hilmi, aku pun berkata jujur pada mas calon bahwa aku mau S2 dulu, dan di LUAR NEGRI, sebelum menikah. Mas calon pun menjawab dengan bijak. “Menikah itu ibadah, harusnya ibadah menguatkan cita-cita, bukan sebaliknya” tsahhh. Aku langsung klepek2 kan ye waktu itu. Intinya terjalin kesepakatan bahwa it's okay kalau aku mau lanjut S2 setelah menikah (padahal mah sebenernya itu karena mas suami udah kebelet nikah aja sih, ups haha). Di tahun 2018 ketika saya mulai nyicil mempersiapkan diri mendaftar LPDP, ternyata saya hamil pemirsa. Dan hamil ini ternyata membawa dampak yang sangat besar ke rutinitas harian saya. Dari mulai mual sampe berat badan turun, gampang ngos-ngosan, malam nggak bisa tidur, pagi waktunya kerja malah gampang ngantuk, kemampuan otak untuk berfikir menurun, daya ingat melemah, lemot, daaaaannn segudang perubahan fisik, hormon dan mental lainnya yang menghantam bertubi-tubi membuat saya urung untuk mendaftar LPDP di tahun itu. Dengan besar hati, dan penuh kesadaran bahwa kondisi saya tidak memungkinkan untuk mengikuti seleksi beasiswa, saya memutuskan untuk menunda daftar beasiswa.

Di tahun berikutnya, ketika saya sudah melahirkan dan berangsur angsur pulih, saya mulai mempersiapkan lagi semua proses pendaftaran beasiswa. Bayi saya umur 5 bulan pada saat itu. Setelah dinyatakan lolos administrasi, saya harus mengikuti rangkaian tes berbasis komputer yang berisikan soal TPA dan esai selama kurang lebih 3 jam. Karena mas suami masih sibuk residensi, mamah saya yang banyak membantu dari mulai menemani tes keluar kota sampai bantu jagain cucunya selama 3-4 jam selama ditinggal induknya. Artinya, disini support keluarga sangat berpengaruh ya bun. Ketika kita sebagai seorang ibu punya cita-cita, komunikasikan ke keluarga dan pastikan dapat support dan ridho dari mereka. Sebab itu layaknya tiket jalan tol menuju impian, meskipun nanti di jalan tol akan ketemu truk kelebihan muatan yang bikin jalan lambat, aspal ga rata, rest area yang melambai-lambai, dan hambatan-hambatan lainnya. Kalau keluarga belum bisa support gimana dong? Keluarkan jurus negosiasi ya bun. Skill ini gampang-gampang sulit sih, tiap orang punya caranya masing-masing. Kalau ga berhasil??? Ya sudah ikhlaskan saja, karena saya yakin banyak jalan menuju Roma.

Seleksi wawancara LPDP

Kalau ditanya sebenernya alasan saya daftar LPDP apa sih? Kenapa kok harus S2? Apa nggak cukup S1 ajah?

Jadi begini, dulu setelah lulus S1 saya nggak langsung berniat ambil S2 karena belum tau mau berkarir atau berkarya dimana. Masih dalam tahap mencari passion. Lalu di tahun 2017, tepatnya 1,5 tahun setelah lulus S1, saya terjun ke komunitas pemberdayaan kesehatan di pondok pesantren. Dari situlah saya sadar bahwa ilmu kesehatan dan manajemen organisasi saya masih sangat minim. Padahal saya seneng banget ngejalanin kegiatan ini. Pencarian passion berakhir lah istilahnya. Kalau mau memberdayakan orang kan kitanya harus berdaya dulu toh. Maka dari itu, demi komunitas (saat ini otw menjadi LSM) yang lebih baik dan  lebih bermanfaat, saya menyadari bahwa saya perlu belajar lagi.

Apakah yakin bahwa kuliah S2 akan mampu menjembatani itu semua? Dan kenapa harus keluar negri?

Ini kayak rangkuman seleksi interview ya bun. Tapi asli memang ini semua ditanyakan saat interview. Yang paling penting dari kuliah S2 di luar negri menurut saya adalah life experience nya. Inggris dikenal dengan NGO nya yang banyak dan manfaatnya bisa dirasakan sampai ke Indonesia. Let’s say Save the Children, Oxfam, Exceed, dll. Salah satu penyebab mereka berkembang dengan baik adalah masyarakatnya sudah sangat aware dengan NGO non profit. Nah saya ingin belajar dari mereka tentang itu. Tentang bagaimana mereka memanage sebuah organisasi non profit, mengapa masyarakat mereka concern terhadap isu-isu yang dibawa oleh si NGO, bagaimana upaya mereka mempertahankan NGO tersebut hingga cakupannya bisa worldwide, dst. Jadi visi misinya harus kuat. Goalsnya harus clear. Sehingga ketika interview session dengan panelis LPDP, kita pede mempresentasikan itu semua. Sebenarnya pertanyaan ketika wawancara akan berkembang sesuai dengan jawaban kita kok. Sebagai interviewee memang seharusnya kita yang banyak ngomong atau cerita. Jadi kita bisa mengatur mau dibawa ke arah mana interviewnya. Begitu pemirsa.

Alhamdulillah selama proses mengikuti rangkaian seleksi beasiswa LPDP, saya diberi banyak kemudahan meskipun ada bayi lima bulan yang harus ikut kemana mana. Si bayik sama sekali nggak rewel waktu ditinggal bareng neneknya di kamar hotel. Meskipun dia nggak mau minum ASIP sama sekali. Cuma diicip icip doang. Akhirnya saya yang harus bolak balik lokasi tes-hotel-lokasi tes untuk ngasih ASI. Jadi kalau ada kegiatan yang berlangsung berjam-jam dan bayi ASI nggak bisa dibawa bareng, pastikan bayi dapat tempat yang nyaman selama menunggu kita ya. Waktu itu saya pesankan penginapan meskipun nggak nginep. Coba dilatih minum ASIP dulu juga. Jangan lupa belajar tentang masa penyimpanan ASIP dan siapkan semua alat tempur seperti kantong ASI steril, cooler bag, dot atau finger feeder, dsb. Kalau nggak berhasil, berarti kita yang harus bolak balik. Bila diperlukan, jangan sungkan untuk menyampaikan ke panitia penyelenggara acara bahwa kita mengASIhi. Pasti mereka akan maklum kok.

Baby Kai dan neneknya

Daaan, setelah menunggu kurang lebih sebulan, Alhamdulillah saya mendapat kabar baik lolos beasiswa LPDP. Semua itu tidak lepas dari doa suami, ibu saya, keluarga dan bayik yang tiap kali mau berangkat tes saya bisikin, “dek mommy mau tes beasiswa, tak tinggal sebentar gpp ya, doain mommy ya dek, I love you”

Karena saya yakin, meskipun belum bisa bicara, bayi juga punya perasaan. Kalau saya pamit mau pergi, dia nggak pernah rewel, sebaliknya kalau nggak dipamiti… nggak tau sih saya nggak pernah coba.

Untuk teman2 yang mau memperjuangkan beasiswa LPDP juga, dan butuh contoh surat rekomendasi, motivation letter, rencana studi, dsb bisa email saya ya. I’ll be glad to share. Here is my personal email nananhusna21@gmail.com

Semangat berjuang teman, and see you.

Komentar

  1. Mbak Husna dari dulu panutanku 😍, banyak-banyak cerita ya mbak untuk terus menginspirasi banyak orang terutama aku 🥰

    BalasHapus
    Balasan
    1. Haii Alifia, makasih yaa doakan biar saya nggak males hehe

      Hapus

Posting Komentar

Postingan Populer