Cerita-cerita di balik Hari Tanpa Tembakau Sedunia :)
Hai..hai..berhubung hari
ini Hari Tanpa Tembakau Sedunia alias HTTS, saya mau sedikit merayakannya dengan
berbagai cerita tentang rokok, yang salah satu bahan utamanya adalah tembakau.
As you know guys, im
still in my opinion that cigarette is not a good thing to be consumed. Maybe
some of you will think,im a strict girl. And yes, I am. Dan saya nggak merasa menyesal
atau malu dengan predikat itu. Sebagai calon sarjana Kesehatan Masyarakat pantang
buat saya malu mempromosikan hidup sehat bagi orang-orang di sekitar saya. Dan
saya melakukan hal ini karena saya peduli, bukan karena ingin membatasi hak-hak kalian
para perokok, atau apalah itu yang suka kalian gaungkan. Peace :)
Tahun lalu, saya merayakan
hari ini dengan turun ke jalan alias longmarch di Jalan Pahlawan Semarang yang
mana sedang banyak orang mengikuti aktivitas car free day. Kami berjalan sepanjang
jalan sambil membawa beberapa buah jeruk. Ketika menemui orang yang merokok di
pinggir jalan, kami akan menawarkan jeruk untuk mengganti rokok yang sedang ia hisap.
Mengapa jeruk? Tentu saja karena rasa
jeruk jauh lebih enak daripada rasa asap dan jauh lebih sehat karena mengandung
vitamin C. Harganya juga lebih murah, satu bisa dibagi-bagi dengan banyak teman
:D Beberapa dari perokok itu menerima sambil
malu-malu dan menyerahkan punting rokoknya pada kami. Namun banyak juga yang
menolak. Bahkan ada yang minta ditukarnya sama nomor hape aja nggak usah sama jeruk
-_-, dasar keong racun. By the way kebanyakan orang-orang ini duduk-duduk sambil
merokok padahal mereka baru saja selesai berolahraga. Saya jadi heran, trus apa
gunanya dong olahraga mereka? Tahun lalu juga saya beranikan diri SMS ayah saya
yang juga perokok seperti ini
“Selamat
Hari Tanpa Tembakau Sedunia ya Yah semoga rokoknya bisa dikurangi :)”
And…no reply.
Ya…memang nggak semudah
itu mengubah perilaku seseorang, apalagi untuk orang yang kita cintai. Tapi
paling nggak saya berharap ayah saya diam-diam terharu melihat SMS saya.
*Apasihh…
Dan…tahun ini saya sedikit
kecewa karena nggak bisa ikut longmarch lagi karena waktu yang bertabrakan dengan
jadwal kuliah. Dan karena ada beberapa kesibukan saya juga lupa mau SMS ayah
lagi.Baru inget malem dan posisi ayah sama saya udah sama-sama di rumah. Kan nggak
lucu kalau SMS. Kalau ngomong langsung…trus no reply juga…takut krik-krik.
Pernah suatu saat saya,
kakak, mama dan ayah saya duduk bersama sambil makan malam. Kami
berbincang-bincang normal sampai akhirnya tiba pada topic rokok. Ini selalu menjadi
adegan yang agak menegangkan di keluarga kami. *lebayyy
“Sebenarnya kalo mau ngomongin masalah bahaya rokok, orang
makan durian pun bahaya, kalo kebanyakan bisa bikin meninggal, bahkan seketika itu
juga. Yang bahaya itu nggak Cuma rokok…” ayah saya mulai berargumen dengan argumennya
yang…agak maksa.
“Kalau rokok kan jangka panjang Yah efeknya, jangan samain sama
durian…” belum selesai ngomong, Ayah saya udah berargumen lagi.
“Orang mati gara-gara durian itu ada, tapi orang mati
gara-gara rokok itu nggak ada. Menurut penelitian bla..bla..bla..makanan bla..bla..bla
juga berbahaya, efeknya bla..bla..bla.. tapi kenapa cuma rokok yang
dipermasalahkan..bla..bla..”
Belum sempat saya menyampaikan
argument lagi, mama saya udah nyeletuk dengan keras sekaligus mengakhiri debat
2 menit ini.
“Yaaa kalau semua dibilang bahaya orang jatuh dari langit juga
bahaya,”
Kemudian mendadak suasana
menjadi hening, angin sepoi-sepoi, serigala melolong, dan akhirnya kami
melanjutkan makan malam lagi.
Dalam suatu mata kuliah
yang pernah saya ikuti, dosen saya yang juga merangkap sebagai dokter menceritakan
pengalamannya menghadapi pasien seorang perokok. Pasien
itu sudah menderita komplikasi penyakit hingga akhirnya dosen saya menyarankan
hal termudah yang bisa dilakukan saat ini adalah berhenti merokok. Pasien itu
pun dengan berat hati menuruti kata sang dokter. Ia juga menyadari akan
penyakitnya yang sudah semakin parah dan tidak mungkin diperparah lagi dengan
rokok. Beberapa hari berlalu hingga akhirnya tiba waktu untuk si pasien check
up ke dosen saya lagi. Ketika ditanya terkait rokoknya, si pasien menjawab
“Ah dok, saya sepertinya tidak bisa berhenti merokok. Susah
sekali..sudahlah nggak apa-apa saya merokok. Kalau memang umur saya hanya
sampai lima tahun ke depan, lebih baik saya buat nikmat dengan merokok. Daripada
saya hidup lima tahun lagi tapi saya tersiksa, menderita karena tidak merokok,”
Dosen saya pun menjawab
dengan kalem,
“Itu kan harapan bapak, pak. Tapi bagaimana ceritanya jika
lima tahun ke depan itu bapak meninggal tapi hanya separuh bagian dari tubuh
bapak saja yang meninggal. Kemudian sisanya sepuluh tahun bagi bapak menunggu
bagian lain dari tubuh bapak untuk ikut mati. Berarti nikmat yang bapak rasakan
hanya lima tahun, dan penderitaan bapak sepuluh tahun. Bagaimana pak? Beda ceritanya
jika bapak berhenti merokok dari sekarang. Semua itu bisa dicegah,”
Well, saya tersenyum
geli saat mendengar cerita ini. Selalu saja ada hal-hal yang diperdebatkan oleh
para perokok untuk mempertahankan eksistensi rokoknya. Padahal jelas banyak
sekali fakta-fakta yang menunjukkan lebih banyak manfaat untuk meninggalkan dibanding
menggunakannya.
Fakultas saya, FKM
Undip sudah berhasil menerapkan KTR alias kawasan tanpa rokok. Jadi kampus kami
bebas asap rokok. Bagi para perokok, kami menyediakan bilik khusus untuk tetap
menghormati hak mereka sebagai perokok. Dan tahun ini, kami memiliki target
untuk menciptakan Undip KTR. Berbagai roadshow sudah dilakukan ke berbagai
fakultas untuk menyamakan persepsi dan menerangkan, apa itu KTR sendiri. KTR
sejatinya diterapkan untuk memperjuangkan hak-hak non perokok untuk menghirup
udara bersih. Karena perokok pasif jelas dampaknya lebih besar dibandingkan
perokok aktif. Saya pribadi jelas mendukung dan setuju program ini :D
Last, mungkin ada yang
berpikir Hari Tanpa Tembakau Sedunia itu nggak seharusnya ada, nggak seharusnya
dirayakan. Karena dianggap tidak berpihak pada petani tembakau. Tapi tahukah
kalian, sejatinya bukan kami yang tidak berpihak pada petani tembakau, mau
sampai kapan pun, selaris apa pun rokok, dan sebesar apa pun perusahaan rokok
yang berdiri di Indonesia, sekaya apa pun pemilik dan investornya, sampai detik
ini petani tembakau nggak pernah merasakan kemakmuran dan kekayaan itu. Mereka tetap
pada kondisinya yang miskin. Tingkat kekayaan perusahaan rokok tidak pernah
berbanding lurus dengan tingkat kekayaan para petani. Jadi sebenarnya siapa
yang tidak berpihak? Kami justru sedang merayu petani tembakau untuk beralih
menjadi petani buah, atau sayur yang lebih bermanfaat dan lebih sehat
dibandingkan menjadi petani tembakau. Tapi memang hal ini susah diterima. Karena
begitu kuatnya pengaruh rokok di Indonesia ini. Dan juga pemerintah yang sangat
sangat sangat tidak bisa tegas dalam pembuatan UU rokok. Sedih deh.
The last of the last,
beberapa dari kalian juga mungkin berpikir rokok adalah salah satu penyumbang terbesar
devisa negara. Tapi tahukah kalian bahwa sebenarnya, uang yang dikeluarkan
negara untuk mengobati orang-orang yang jatuh sakit karena rokok itu jauh lebih
besar. Dari mulai penyakit jantung, hati, paru-paru, dsb komplit semuanya ada!
Dosen saya pernah melakukan penelitian mengapa dana dari pemerintah untuk
asuransi kesehatan begitu cepatnya habis bahkan sebelum satu tahun. Ternyata sebagian
besar digunakan oleh para perokok untuk mengobati dirinya. Yang mana biaya
untuk mengobati penyakit komplikasi mereka tidaklah sedikit. Butuh berpuluh-puluh
juta untuk satu orang. Kemudian keluar wacana bahwa perokok tidak seharusnya
memperoleh asuransi kesehatan karena mereka sendirilah yang mencari penyakit
mereka sendiri. Tentu saja hal ini langsung menuai pro dan kontra. Kalau kalian
bagaimana? Pro atau kontra? :)
Komentar
Posting Komentar